Utamaning sarira puniki/angawruhana jatining salat/sembah lawan pamujine/jatining salat iku/dudu ngisa tuwin magerib/sembahyang araneka/wenange puniku/la,um aranana salat/pan minangka kekembanging salat daim/ingaran tata krama//
Endi ingaran sembah sejati/aja nembah yen tan katingalan/temahe kasor ku-lane/yen sira nora weruh/kang sinembah ing donya iki/kadi anulup kaga/punglune den sawur/manuke mangsa kenaa/awekasa amangeran adam sarpin/sembahe siya-siya// (Suluk Wujil, bait 12-13).
“Unggulnya diri itu mengetahui hakikat salat, sembah dan pujian. Salat yang sebenarnya bukan mengerjakan salat Isa atau Magrib. Itu namanya sembahyang. Apabila itu disebut salat, maka hanya hiasan dari salat Daim. Hanyalah tata krama.”
“Manakah yang disebut salat yang sesungguhnya itu? Janganlah menyembah jikalau tidak mengetahui siapa yang disembah. Akibatnya dikalahkan martabat hidupmu. Jika di dunia ini engkau tidak mengetahui siapa yang disembah, maka engkau seperti menyumpit burung. Pelurunya hanya disebarkan , burungnya tidak ada yang terkena tembakan. Akhirnya cuma menyembah ketiadaan, suatu sesembah yang sia-sia.” (Suluk Wujil, bait 12-13).
Source: Buku Syekh Siti Jenar
Komentar