Fitofarmaka
Fitofarmaka
In Phytopharmacy on Agustus 13, 2009 at 14:38Apakah memang terjadi kompetisi antara obat sintetik dengan obat bahan alam ? Secara pandangan pasar lokal Indonesia, nampaknya itu belum terjadi, walaupun media seringkali menghembuskan tren ”kembali ke alam” atau ”pengobatan alternatif” namun tentunya konsumen cerdas akan berpikir bahwa sesuatu yang ”alternatif” hanyalah komplemen dari yang utama, dan bukan substituen produk utama pada satu kasus penyakit yang sama.
Pangsa pasar obat sintetik masih dipegang oleh obat resep ( ethical) 80% dan sisanya OTC ( Over The Counter). Dengan pemanfaatan jejaring dokter, sistem ini nampaknya akan masih menjadi andalan kedepannya. Konsumen mungkin mengenal obat sintetik dosis tinggi via iklan media massa, namun jangan salah, untuk lima besar perusahaan farmasi Indonesia, input pendapatan justru masuk dari jenis obat resep.
Angka pertumbuhan konsumsi fitofarmasi ( produk farmasi berbasis bahan alam) di Indonesia akan Max ambil dari jenis suplemen makanan ( dietary supplement) di luar kategori jamu ( dan 2 kategori yang lebih kompleks ), mengalami pertumbuhan sebesar 506% antara tahun 2002- 2005. Jamu tidak dikategorikan sebagai suplemen makanan.Efek farmakologis yang ditimbulkan ( walaupun berupa klaim empirik) membuat jamu dimasukkan ke dalam kategori obat bahan alam, yang berfungsi untuk terapi kuratif, bukan promotif atau preventif seperti kategori suplemen makanan.80% dari konsumsi suplemen makanan Indonesia adalah impor, dan 60% darinya adalah dari Amerika Serikut. Untuk itu, bukanlah idiom kompetisi yang digunakan, melainan segmentasi. Lalu, mengapa segmen yang difokuskan di sini ? Dan, apa parameter segmen tersebut ?
Sebagaimana diketahui bahwa pola penyakit di Indonesia (bahkan di dunia) telah mengalami pergeseran dari penyakit infeksi (yang terjadi sekitar tahun 1970 ke bawah) ke penyakit-penyakit metabolik degeneratif (sesudah tahun 1970 hingga sekarang). Hal ini seiring dengan laju perkembangan tingkat ekonomi dan peradaban manusia yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi dengan berbagai penemuan baru yang bermanfaat dalam pengobatan dan peningkatan kesejahteraan umat manusia.
Pada periode sebelum tahun 1970-an banyak terjangkit penyakit infeksi yang memerlukan penanggulangan secara cepat dengan mengunakan antibiotika (sintetik). Pada saat itu jika hanya mengunakan fitofarmasi atau jamu yang efeknya lambat, tentu kurang bermakna dan pengobatannya tidak efektif. Sebaliknya pada periode berikutnya hinga sekarang sudah cukup banyak ditemukan turunan antibiotika baru yang potensinya lebih tinggi sehingga mampu membasmi berbagai penyebab penyakit infeksi.
Akan tetapi timbul penyakit baru yang bukan disebabkan oleh jasad renik, melainkan oleh gangguan metabolisme tubuh akibat konsumsi berbagai jenis makanan yang tidak terkendali serta gangguan faal tubuh sejalan dengan proses degenerasi. Penyakit ini dikenal dengan sebutan penyakit metabolik dan degeneratif. Yang termasuk penyakit metabolik antara lain : diabetes (kecing manis), hiperlipidemia (kolesterol tinggi), asam urat, batu ginjal dan hepatitis; sedangkan penyakit degeneratif diantaranya : rematik (radang persendian), asma (sesak nafas), ulser (tukak lambung), haemorrhoid (ambeien/wasir) dan pikun. Untuk menanggulangi penyakit tersebut diperlukan pemakaian obat dalam waktu lama sehingga jika mengunakan obat modern dikhawatirkan adanya efek samping yang terakumulasi dan dapat merugikan kesehatan. Oleh karena itu lebih sesuai bila menggunakan obat alam/OT, walaupun penggunaanya dalam waktu lama tetapi efek samping yang ditimbulkan relatif kecil sehingga dianggap lebih aman.
Serapan konsumen lokal, dengan mempertimbangkan aspek daya beli dan kontinuitas konsumsi, membuat derivat fitofarmasi akan masuk pada segmen suplemen makanan dan kosmetik, justru bukan pada obat bahan alam, kecuali untuk kasus khusus. Faktor efisiensi tentunya menjadi pertimbangan utama penggunaan bahan sintetik, selain bahan alam juga tidak bebas efek samping. Strategi tahapan produksi hingga tahapan uji klinik untuk mendapatkan status legal fitofarmaka atau herbal terstandar tidaklah menjamin derivat bahan alam akan mampu diserap konsumen lokal. Butuh respon bertahap yang dibuktikan dengan testimoni konsumen, berikut kemantapan infrastruktur pelayanan kesehatan untuk meresepkan obat bahan alam, dan itu butuh waktu yang tidak pendek.Article by :
Maximillian Heartwood
Komentar